KETENTUAN PERKULIAHAN
1. Kegiatan tatap muka :
a. Perkuliahan di mulai tepat waktu sesuai jadwal.
b. Keterlambatan
hanya ditoleransi selama 15 menit.
c. Apabila
dosen terlambat lebih dari 15 menit,
mahasiswa diperkenankan pulang setelah menanda tangani daftar hadir.
d. Apabila
mahasiswa terlambat lebih dari 15 menit, mahasiswa tidak diperkenankan memasuki
ruang perkuliahan dan tidak lagi diperkenankan menanda tangani daftar hadir.
2. Hak Peserta :
a. Memperoleh
informasi seluas mungkin tentang materi perkulihan, sehingga memiliki kompetensi (kemampuan teoretik dan
aplikatif) tentang materi perkuliahan.
b. Mengajukan
pertanyaan dan memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam
perkuliahan.
c. Memperoleh
informasi tentang ketidak hadiran dosen, apabila dosen berhalangan hadir.
3. Kewajiban Peserta :
a. hadir
mengikuti perkuliahan tatap muka, minimal 75 % dari seluruh kegiatan tatap muka
yang dilaksanakan. Apabila seorang peserta kehadirannya kurang dari 75 %, pemberian penilaian terhadapnya akan
dianulir, diberi nilai = 0 (E)
b. melaksanakan dan menyerahkan setiap TUGAS yang diberikan tepat pada waktunya,
c. mengikuti
UTS dan UAS sesuai jadwal yang
ditentukan oleh fakultas. Ujian susulan
hanya diperkenankan dalam waktu paling lambat 2 minggu setelah Ujian tersebut
dilaksanakan.
d. Apabila
tidak menyerahkan Tugas pada waktunya, tidak mengikuti UTS dan atau UAS, unsur
penilaiannya dinyatakan tidak lengkap
(TL) = E
4. Larangan bagi Peserta :
a. Membuat
kegaduhan ketika perkuliahan sedang berlangsung.
b. menanda
tangani daftar kehadiran orang lain
c. Melakukan
perbuatan “Plagiat “ dalam pembuatan
tugas, dan “penyontekan” dalam UTS dan UAS
d. Apabila
kehadiran seseorang ditanda tangani oleh orang lain, melakukan plagiat atau
penyontekan, maka akan dianulir dan beri nilai = 0 (E)
KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM KONSEP KE NEGARAAN
Perkulaiahan Ke-1
PENGERTIAN NEGARA
MENURUT SEJUMLAH AHLI :
Roger F. Soltau :
Negara adalah organ yang diberi
wewenang mengatur atau mengendalikan
persoalan bersama atas nama masyarakat.
Georg Jellinek :
Negara
merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di
suatu wilayah tertentu.
Prof. R. Djokosoetono :
Negara
adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah
suatu pemerintahan yang sama.
ACUAN SEMENTARA
TENTANG PENGERTIAN NEGARA
• Negara merupakan suatu organisasi dari
rakyat, untuk mencapai tujuan bersama,
• Organisasi tersebut diberi wewenang untuk
mengatur dan mengendalikan kehidupan bersama atas nama masyarakat, untuk
mencapai tujuan bersama.
• Mengenai apa yang menjadi tujuan bersama,
bagaimana susunan organisasi dan
wewenang setiap organisasi serta
bagaimana cara melaksanakan wewenang tersebut, diatur dalam sebuah konstitusi
FUNGSI NEGARA
- Pertahanan dan keamanan (melindungi rakyat) Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
- Mensejahterakan , memakmurkan , dan mencerdaskan rakyat Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
- Melaksanakan ketertiban Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damai diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
- Menegakkan keadilan Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.
ASPEK PENGATURAN
TENTANG NEGARA
• Mengenai Tujuan bersama dari rakyat, Susunan
organisasi serta wewenang dari setiap organisasi untuk mencapai tujuan bersama
dari rakyat tersebut, merupakan objek dari Hukum Tata Negara (HTN).
• Mengenai bagaimana cara organisasi tersebut
harus melaksanakan wewenangnya dalam rangka mencapai tujuan bersama dari rakyat
, merupakan objek dari Hukum Administrasi Negara (HAN).
NEGARA FEDERAL
Negara Federal merupakan suatu
ikatan politik, yang mewakili mereka
sebagai keseluruhan. Anggota-anggota federasi disebut “negara-bagian”, yang
didalam bahasa asing dapat dinamakan “deelstaat”, “state”. “canton” atau
“Linder”.
• Menurut
K.C. Wheare :
prinsip federal ialah bahwa
kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga pemerintah federal dan pemerintah
negara bagian dalam bidang-bidang tertentu adalah bebas satu sama lain.
• Menurut
C.F. Strong :
salah satu ciri negara federal ialah
bahwa ia mencoba menyesuaikan dua konsep yang sebenarnya bertentangan, yaitu
kedaulatan negara federal dalam keseluruhannya dan kedaulatan negara-negara
bagian.
Untuk
membentuk negara federal suatu negara haus memenuhi dua syarat, yaitu :
1) adanya
perasaan sebangsa di antara kesatuan-kesatuan politik yang hendak membentuk
federasi itu, dan
2) adanya keinginan pada kesatuan-kesatuan
politiik yang hendak mengadakan federasi untuk mengadakan ikatan terbatas, oleh
karena itu apabila kesatuan-kesatuan politik itu menghendaki persatuan
sepenuhnya, maka bukan federasil yang akan dibentuk, melainkan negara kesatuan.
(Miriam Budiardjo, 2000:141 dan 142).
PERBEDAAN NEGARA
FEDERAL & NEGARA KESATUAN
Menurut A.B. Lapian, dkk (1996: 192), :
Secara terperinci negara federal memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Penyelanggaraan kedaulatan ke luar dari
negara-negara bagian diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Federal, sedangkan
untuk kedaulatan ke dalam dibatasi.
2.
Soal-soal yang menyangkut negara dalam keseluruhannya
diserahkan kepada kekuasaan pemerintah federal.
3.
bentuk ikatan keasatuan-kesatuan politik pada
negara federal bersifat terbatas.
Menurut R. Kranenburg
:
Perbedaan antara federasi dengan
negara kesatuan dapat dilihat dari dua kriteria berdasarkan hukum positif
sebagai berikut:
Negara-negara
bagian sesuatu federasi memiliki “pouvior constituant”, yakni wewenang
membentuk undang-undang dasar sendiri serta wewenang mengatur bentuk organisasi
sendiri dalam rangka dan dalam batas-batas konstitusi federal, sedangkan dalam
negara kesatuan organisasi bagian-bagian negara (yaitu pemerintah daerah)
secara garis besar telah ditetapkan oleh pembentuk undang-undang pusat;
Dalam
negara federal, wewenang membentuk undang-undang pusat untuk mengatur hal-hal
tertentu telah terperinci satu persatu dalam konstitusi federal, sedangkan
dalam negara kesatuan wewenang pembentukan undang-undang pusat ditetapkan dalam
suatu rumusan umum dan wewenang pembentukan undang-undang rendahan (lokal)
tergantung pada badan pembentuk undang-undang pusat itu. (Miriam Budiardjo,
2000:143)
KEDUDUKAN PEMDA DALAM
KONSEP KENEGARAAN
• Pemda
terdapat dalam negara kesatuan, bukan dalam negara federasi,
• Pemda
merupakan organ negara yang bertugas melaksanakan fungsi negara di daerah, yaitu :
TERMINOLOGI “HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH”
Perkuliahan Ke-2
PENGERTIAN “HUKUM
PEMERINTAHAN DAERAH”
Hukum Pemerintahan Daerah, terdiri dari 3 istilah , yaitu
:
1. Hukum,
2. Pemerintahan,
3. Daerah,
Apakah
yang dimaksud dengan hukum ?
1. Unsur-unsur hukum :
Kumpulan peraturan
Perintah
Larangan
Sanksi bagi yang
melanggar
2. Penggolongan hukum :
Tertulis : Per-UU-an,
Jurisprudensi, traktat
Tidak tertulis : Hukum Adat,
Hukum Kebiasaan
Apakah yang dimaksud Pemerintahan ?
1. Pemerintahan = bestuurvoering
= pelaksanaan tugas pemerintah
2. Pemerintah = organ/alat atau aparat
yang menjalankan pemerintahan
3. Pemerintah, memiliki 2
arti, yaitu :
a. Luas (in the broad sense) =
semua alat kelengkapan negara
b. Sempit (in the narrow sense)
= kekuasaan eksekutif
Dengan demikian Istilah Pemerintahan dapat berarti :
1. Pemerintahan sbg fungsi (bestuur
als functie) = melaksanakan tugas-2 pemerintahan
2. Pemerintahan sbg organisasi (bestuur
als orgaan) = mempelajari ketentuan-2 susunan organisasi, termasuk di
dalamnya fungsi, penugasan, kewenangan, dan kewajiban masing-2 departemen,
badan, dinas dan instansi pemerintahan
Apakah yang dimaksud
dengan Daerah ?
Daerah adalah Kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai :
1. batas wilayah tertentu
2. berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat
3. atas prakarsa sendiri
Berdasarkan Penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan :
Hukum
Pemerintahan Daerah adalah : Kumpulan peraturan baik tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dari suatu
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat.
LAHIRNYA PEMERINTAHAN DAERAH
Perkuliahan Ke-3
Lahirnya Pemda di Indonesia disebabkan oleh karena dua hal, yaitu :
A.
Pemda
Lahir berkaitan dengan Teori pembagian kekuasaan,
yaitu :
1. pembagian kekuasaan secara
horizontal
a. eksekutif
b. legislatif
c. Yudikatif
2. Pembagian kekuasaan secara vertikal
a. satuan pemerintah pusat
b. satuan pemerintah daerah
Pemda lahir karena adanya
pembagian kekuasaan secara vertikal
B.
Berkaitan dengan KONSEP NEGARA KESATUAN :
•
Dianutnya
konsep negara kesatuan :
Pasal
1 ayat (1) UUD 1945 : “Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”
•
Dalam negara Kesatuan :
1.
kedaulatan
tertinggi ada pada pemerintah nasional
2.
penyerahan
suatu kekuasaan atau wewenang kepada satuan pemerintah lokal hanya dapat dilaksanakan
atas kuasa undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif nasional;
3.
tidak
ada satuan pemerintah yang lebih rendah yang mempunyai sifat staat.
Pemda lahir karena
dianutnya konsep negara kesatuan, yang tidak mengenal adanya negara dalam
negara.
ALASAN PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL
•
Kemampuan Pemerintah berikut perangkatnya yang ada
di daerah terbatas;
• Wilayah negara sangat luas, terdiri lebih dari 3000
pulau-pulau besar dan kecil;
• Pemerintah tidak mungkin mengetahui seluruh dan
segala macam kepentingan dan kebutuhan rakyat yang tersebar di seluruh pelosok
negara;
• Hanya rakyat setempatlah yang mengetahui kebutuhan,
kepentingan dan masalah yang dihadapi dan hanya mereka yang mengetahui
bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan tersebut;
• Adanya
sejumlah urusan pemerintahan yang bersifat kedaerahan dan memang lebih berdaya
guna jika dilaksanakan oleh daerah;
• Daerah
mempunyai kemampuan dan perangkat yang cukup memadai untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya, maka
desentralisasi dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
• Dilihat dari segi hukum, Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 18 menjamin adanya daerah dan wilayah;
AZAS-AZAS
PEMERINTAHAN
Perkuliahan Ke :4-8
AZAS PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN
1.
azas
desentralisasi,
2.
azas
dekonsentrasi,
3.
azas
tugas pembantuan (medebewind)
PENGERTIAN ISTILAH “DESENTRALISASI”
Perkuliahan Ke-4
1.
Secara etimologis à berasal dari bahasa
latin à berarti de = lepas dan centrum = pusat à melepaskan dari pusat
2.
Dari
sudut ketatanegaraan à pelimpahan kekuasaan Pemerintah
dari Pusat kepada Daerah-daerah yang mengurus rumah tangganya sendiri
3.
the transfer of planing, decission
making, or administrative authority from the central government to its field
organizations, local administrative units, ……
4. Dilihat dari aspek pemberian
wewenang, Ã Terdapat pemberian wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk : melaksanakan atau menangani urusan-urusan
pemerintahan tertentu sebagai urusan rumah tangga sendiri
5.
Ditinjau dari sudut penyelenggaraan
pemerintahan, desentralisasi antara lain bertujuan :
a. “meringankan” beban pekerjaan Pusat.
b. tugas dan pekerjaan dialihkan kepada Daerah.
c. Pusat dengan demikian dapat memusatkan perhatian pada hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan nasional atau negara secara
keseluruhan
Pengertian
Desentralisasi Menurut UU Pemda :
• Pasal
1 huruf (e) UU No. 22 Tahun 1999 Ã “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan dari
Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia”
• Pasal 1 ayat (7) UU No. 32 Tahun 2004 Ã “Desentralisasi
adalah penyerahan
wewenang pemrintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Keatuan Republik Indonesia”.
• KESIMPULAN
: desentralisasi baru terwujud apabila terdapat “penyerahan” atau overdragen
wewenang pemerintahan
ALASAN
DIANUTNYA DESENTRALISASI
•
memperlancar roda pemerintahan
•
luasnya wilayah Indonesia
•
ketidak mampuan Pemerintah Pusat untuk
menyelenggarakan semua urusan pemerintahan;
•
Keadaan Indonesia yang pluralistik;
•
Untuk
terciptanya daya guna dan hasil guna pemerintahan dan pembangunan.
ASPEK POLITIK DARI DESENTRALISASI :
•
sudut
politik sebagai permainan kekuasaan, Ã untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada
satu pihak ;
• desentralisasi
à tindakan
pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan;
•
DesentralisasiÃ
semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien
DIMENSI
UTAMA DESENTRALISASI
• dimensi ekonomi, dimana rakyat memperoleh kesempatan dan
kebebasan untuk mengembangkan kegiatan
ekonominya;
• dimensi politik, yakni berdayanya masyarakat secara politik
yang ditandai dengan lepasnya ketergantungan organisasi-organisasi rakyat dari
pemerintah;
• dimensi psikologis, yakni perasaan individu yang terakumulasi menjadi perasaan
kolektif (bersama) :
a. bahwa kebebasan menentukan nasib
sendiri menjadi sebuah keniscayaan demokrasi.
b. Tidak ada perasaan bahwa “orang
pusat” lebih hebat dari pada “orang daerah”, dan sebaliknya
CIRI-CIRI
ATAU INDIKATOR DESENTRALISASI
•
bentuk
pemencaran kekuasaan adalah penyerahan
•
pemencaran
kekuasaan terjadi kepada daerah (bukan perorangan);
•
yang
dipencarkan adalah urusan pemerintahan; dan
•
urusan
pemerintahan yang dipencarkan menjadi urusan pemerintah daerah.
KELEBIHAN
DESENTRALISASI
•
Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di Pusat
Pemerintahan;
•
Dalam menghadapi masalah yang mendesak yang
membutuhkan tindakan yang cepat, Daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi
dari Pemerintah Pusat;
•
Dapat mengurangi birokrasi;
•
Dapat
diadakan pembedaan (defferensiasi) dan pengkhususan (spesialisasi) yang berguna
bagi kepentingan tertentu.
•
Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari
Pemerintah Pusat;
•
Melatih rakyat untuk bisa mengatur urusannya
sendiri (selfgovernment);
•
Meningkatkan
kontrol masyarakat setempat.
KELEMAHAN
DESENTRALISASI
• Karena besarnya organ-organ pemerintah, maka struktur pemerintah bertambah kompleks yang mempersulit koordinasi;
• Keseimbangan dan keserasian antara
bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat lebih terganggu;
• Khusus mengenai desentralisasi teritorial, dapat
mendorong timbulnya apa yang disebut dengan daerahisme atau provinsialisme;
• Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang
lambat karena memerlukan perundingan yang bertele-tele;
• Dalam menyelenggarakan desentralisasi,
diperlukan biaya yang lebih banyak dan sulit untuk memeperoleh
keseragaman/uniformitas dan kesederhanaan.
PENGGOLONGAN
DESENTRALISASI
• desentralisasi
jabatan (ambtelijke
decentralisatie) Ã pemencaran kekuasaan dari atasan kepada bawahan sehubungan dengan kepegawaian atau jabatan (ambt)
dengan maksud untuk meningkatkan kelancaran kerja
• desentralisasi
kenegaraan (staatkundig
decentralisatie) Ã penyerahan kekuasaan untuk mengatur daerah
dalam lingkungannya sebagai usaha untuk mewujudkan asas demokrasi dalam
pemerintahan negara
• desentralisasi teritorial (territoriale
decentralisatie) Ã penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri (autonomie), batas
pengaturan tersebut adalah daerah.
• desentralisasi fungsional (functionele
decentralisatie) Ã pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tertentu
TUJUAN DIANUTNYA DESENTRALISASI
•
agar tidak terjadi penumpukan kekuasaan (concentration of power)
•
diharapkan
terjadi distribusi kekuasaan (distribution of power) maupun transfer
kekuasaan (transfer of power )
•
terciptanya
pelayanan masyarakat (public services) yang efektif, efisien dan
ekonomis
•
terwujudanya
pemerintahan yang demokratis (democratic government)
AZAS DEKONSENTRASI
Perkuliahan Ke-5
PENGERTIAN “DEKONSENTRASI
•
pelimpahan wewenang dari alat perlengkapan negara tingkatan lebih
atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan tugas
pemerintahan
•
UU
No. 5 Tahun 1974 Pasal 1 hpelimpahan
wewenang uruf (f) “Dekonsentrasi adalah dari pemerintah atau
Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada
pejabat-pejabatnya di daerah”.
• berdasarkan Pasal 1 huruf (f) UU No. 22 Tahun 1999 yang
menentukan bahwa : “Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah”.
• Pasal
1 ayat (8) UU No. 32 Tahun 2004 : “dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
Pemrintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu”.
•
Pasal 1 angka 9 UU No.23 Tahun 2014 :
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai
penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
CIRI-CIRI
DEKONSENTRASI
•
bentuk pemencaran adalah pelimpahan;
•
pemencaran terjadi kepada pejabat sendiri
(perorangan);
•
yang dipencarkan (bukan urusan pemerintahan)
tetapi wewenang untuk melaksanakan sesuatu;
•
yang
dilimpahkan tidak menjadi urusan
rumah tangga sendiri.
KEUNTUNGAN
DEKONSENTRASI
•
mengurangi
keluhan-keluhan daerah
• membantu
pemerintah dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan melalui aliran informasi yang intensif yang disampaikan dari
daerah ke pusat
• memungkinkan
terjadinya kontak secara langsung antara Pemerintah dengan yang
diperintah/rakyat
HUBUNGAN DESENTRALISASI
DAN DEKONSENTRASI
•
pertama : dekonsentrasi hakekatnya sama dengan desentralisasi, hal ini disebabkan
keduanya mengandung “pemencaran” kekuasaan.
• Kedua :
dekonsentrasi hakekatnya
merupakan subsistem desentralisasi, karena desentraslisasi bersifat kenegaraan,
sehingga penyelenggaraan desentralisasi merupakan bagian dari organisasi negara
dan menunjukan tatanan penyelenggaraan
negara. Sedangkan dekonsentrasi bersifat kepegawaian (ambtelijke)
• Dekonsentrasi
tidak lain dari pada salah satu jenis desentralisasi, dekonsentrasi adalah
pasti desentralisasi tetapi desentralisasi tidak selalu berarti dekonsentrasi.
DESENTRALISASI
>< SENTRALISASI
•
Sentralisasi
= pemusatan, desentralisasi = pemencaran
•
Kelebihan
sentralisasi :
ü menjadi landasan kesatuan kebijaksanaan lembaga atau masyarakat;
ü mencegah nafsu memisahkan diri dari negara
dan dapat meningkatkan rasa persatuan;
• meningkatkan
rasa persamaan dalam perundang-undangan, pemerintahan dan pengadilan sepanjang
meliputi kepentingan seluruh wilayah dan bersifat serupa
• terdapat
hasrat lebih mengutamakan umum dari pada kepentingan daerah, golongan atau
perorangan
• Sentralisasi meletakan (dasar) kesatuan politik
masyarakat (de politieke eenheid van de gemeenschap);
•
memperkokoh
perasaan persatuan (perasaan setia kawan) (versterking van het
saamhorigheidsgevoel);
•
Mendorong kesatuan dalam pelaksanaan hukum (de
eenheid van rechtsbedeling);
•
membawa kepada penggalangan kekuatan (bundeling
van krachten);
AZAS TUGAS PERBANTUAN
Perkuliahan Ke-6
PENGERTIAN AZAS TUGAS PEMBANTUAN (MEDEBEWIND)
• Secara
etimologis tugas pembantuan merupakan terjemahan dari bahasa belanda medebewind
yang berasal dari kata mede = serta, turut dan bewind = berkuasa
atau memerintah
• di
Belanda disebut dengan medebewind atau zelfbestuur yang merupakan
terjemahan dari Bahasa Inggris selfgovernment
•
zelfbestuur
diartikan menjadi pembantu penyelenggaraan kepentingan-kepentingan dari pusat
atau daerah-daerah yang tingkatannya lebih atas oleh alat-alat perlengkapan
dari daerah-daerah yang lebih bawah
• Pasal
1 huruf (g) UU No.22 Tahun 1999 Tugas pembantuan adalah penugasan dari
Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan
tugas tertentu yang disertai pembiayaan,
sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggung jawabkannya kepada yang menugaskan
• Pasal
1 huruf (d) UU No. 5 Tahun 1974 dimaksud dengan tugas pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam
melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan
kepada yang menugaskannya
•
Pasal
1 ayat (9) UU No. 32 Tahun 2004
Tugas pembantuan adalah penugasan
dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau Desa dari pemerinthan provinsi kepada
Kabupaten/Kota dan/atau Desa serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa
untuk melaksanakan tugas tertentu
•
Pasal 1 angka 11 UU No. 23 Tahun 2014 :
Tugas Pembantuan adalah
penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan
sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari
Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan
sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi
DASAR PERTIMBANGAN
PERLUNYA ASAS TUGAS PEMBANTUAN :
• Keterbatasan
kemampuan pemerintah Pusat atau Daerah yang lebih tinggi dalam hal yang
berhubungan dengan perangkat atau sumber daya menusia maupun biaya
• Untuk
mencapai daya guna dan hasil guna yang lebih baik dalam penyelenggaraan
pemerintahan
•
Sifat
urusan yang dilaksanakan
PARAMETER MATERI
MUATAN TUGAS PEMBANTUAN
•
urusan
tersebut berakibat langsung kepada masyarakat;
• urusan
yang secara tidak langsung tidak memberi dampak terhadap kepentingan
masyarakat, karena semata-mata membantu urusan pusat;
• urusan yang meningkatkan efisiensi dan
keefektifan pelayanan;
• urusan
yang tidak bersifat strategis nasional dan urusan yang tidak memerlukan
keseragaman nasional.
HUBUNGAN OTONOMI DAN TUGAS PEMBANTUAN
•
Tidak
ada perbedaan pokok antara otonomi dan
tugas pembantuan
• Dalam tugas pembantuan terkandung unsur otonomi (walaupun terbatas pada cara melaksanakannya)
• Tugas
pembantuan sama halnya dengan otonomi,
mengandung unsur “penyerahan” (overdragen) bukan “penugasan” (opdragen).
•
otonomi
adalah penyerahan penuh, sedangkan tugas pembantuan adalah penyerahan tidak penuh
AZAS OTONOMI
Perkuliahan Ke-7
OTONOMI :
•
Bentuk
desentralisasi Ã
otonomi
• Secara
etimologi otonomi berasal dari kata oto (auto = sendiri) dan nomoi (= nomoi = nomos = undang-undang/aturan)
yang berarti mengatur sendiri, wilayah atau bagian negara atau kelompok yang
memerintah sendiri
• Di
dalam tata pemerintahan, otonomi diartikan sebagai mengurus dan
mengatur rumah tangga sendiri
• Otonomi
juga diartikan sebagai sesuatu yang bermakna kebebasan atau kemandirian (Zelfstandigheid)
tetapi bukan kemerdekaan (Onafhankelijkheid).
Dengan demikian, maka otonomi tidak lain adalah suatu kemandirian atau kebebasan daerah untuk
mengatur sendiri (selfregeling) atau (zelfwetgeving) dan menyelenggarakan urusan serta
kepentingannya berdasarkan inisiatif
dan prakarsa serta
aspirasi masyarakat daerah
JENIS OTONOMI
1. OTONOMI MATERIIL
ü urusan yang diserahkan menjadi urusan rumah tangga diperinci secara tegas, pasti dan diberi batas-batas (limitative), “zakelijk”
ü dalam prakteknya penyerahan ini dilakukan dalam UU pembentukan Daerah yang bersangkutan
2. OTONOMI FORMAL
ü urusan
yang diserahkan tidak dibatasi dan tidak
“zakelijk”
ü Daerah
mempunyai kebebasan untuk mengatur
dan mengurus segala sesuatu yang menurut pandangannya
adalah kepentingan Daerah
ü Daerah
tidak boleh mengatur urusan yang telah diatur
oleh undang-undang atau peraturan yang lebih
tinggi tingkatannya.
3. OTONOMI RIIL
ü merupakan
kombinasi atau campuran otonomi materiil dan otonomi formal
ü Pemerintah
Pusat menentukan urusan- urusan yang dijadikan pangkal untuk mengatur
dan mengurus rumah tangga Daerah à unsur materiil
ü setiap
waktu Daerah dapat meminta tambahan urusan
kepada Pemerintah Pusat untuk dijadikan urusan rumah tangganya
sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan Daerah à unsur formal.
URUSAN RUMAH TANGGA DAERAH
Perkuliahan Ke-8
AJARAN RUMAH TANGGA DAERAH
•
Pengertian
Sistem Rumah Tangga
Daerah à tatanan yang bersangkutan dengan
cara-cara :
ü membagi wewenang,
ü tugas dan tanggung jawab
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan antara Pusat
dan Daerah
•
Penggolongan Sistem Rumah Tangga
Daerah
ü sistem rumah tangga formal;
ü sistem rumah tangga materiil
ü sistem rumah tangga nyata (riil)
RUMAH TANGGA FORMAL (FORMALE
HUISHOUNDINGSBEGRIP)
• tatanan
pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab antara Pusat dan Daerah
untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan tidak ditetapkan secara rinci;
•
urusan-urusan
yang menjadi kewenangan Daerah tidak
ditentukan secara limitatif di dalam peraturan perundangan;
• didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan praktis, sehingga
dapat dilaksanakan sebaik-baiknya dan berhasil guna serta
dapat dipertanggungjawabkan.
Kesulitan Sistem Rumah Tangga Formal
:
• Tingkat
hasil guna dan daya guna sistem rumah tangga
formal sangat tergantung pada kreatifitas dan aktifitas Daerah;
•
Hambatan
lain adalah aspek keuangan Daerah;
• hambatan
teknis à Daerah tidak dapat secara
mudah mengetahui urusan
yang belum diselenggarakan oleh Pusat atau pemerintah Daerah
tingkat lebih atas.
SISTEM RUMAH TANGGA
MATERIIL
• berpangkal
tolak pada pemikiran bahwa memang ada perbedaan mendasar antara urusan pemerintah
Pusat dan Daerah;
• pembagian
tugas, wewenang, dan tanggung jawab antara Pusat dan Daerah
ditentukan secara pasti atau limitatif;
•
Otonomi
daerah menurut sistem rumah tangga materiil sifatnya terbatas
•
Daerah
yang bersangkutan tidak mempunyai peluang untuk berinisiatif atas
pemanfaatan dan peruntukan sumber-sumber keuangan Daerah;
•
tidak
menguntungkan untuk mewujudkan hubungan antara Pusat dan Daerah
yang baik.
Kelemahan Sistem Rumah Tangga Materiil :
• Sistem
rumah tangga materiil bertolak dari asumsi yang keliru, yaitu
menganggap urusan pemerintahan dapat dirinci dan karena itu
dapat dibagi-bagi secara rinci pula;
• Sistem
rumah tangga materiil lebih merasa mengekang, karena terikat
pada urusan pemerintahan yang secara rinci ditetapkan sebagai
urusan rumah tangga;
•
Sistem rumah
tangga materiil akan
lebih banyak mengandung spanning hubungan antara Pusat dan Daerah
SISTEM RUMAH TANGGA
RIIL
•
Merupakan Jalan tengah atau "midle range" antara sistem
materiil dan formil;
•
Isi
rumah tangga daerah didasarkan pada keadaan dan faktor-faktor yang nyata.
•
Ciri-ciri
Sistem Rumah Tangga :
Adanya urusan pangkal yang ditetapkan pada saat pembentukan suatu daerah otonom, memberikan kepastia mengenai urus dan rumah tangga daerah
•
Daerah-daerah
dalam rumah tangga nyata (riil), dapat mengatur dan mengurus pula
urusan pemerintahan yang menurut pertimbangan adalah
penting bagi daerahnya sepanjang belum diatur dan diurus oleh Pusat atau Daerah
tingkat lebih atas;
•
didasarkan
pada faktor-faktor nyata
(riil) suatu daerah.
PEMERINTAHAN DAERAH
Perkuliahan Ke-9
PEMERINTAHAN DAN PEMERINTAH DAERAH
Definisi
Pemerintahan Daerah :
(Pasal 1
angka 2 UU Nomor 23 Tahun 2014)
"Penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.”
Definisi
Pemerintah Daerah :
(Pasal 1
angka 3 UU Nomor 23 Tahun 2014):
kepala
daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
KERANGKA DASAR HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 18 UUD 1945 Pra-Perubahan :
”Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk
susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan
mengingati dasar permusyawaratan dalam sistim Pemerintahan Negara, dan hak-hak
asal usul dalam daerah yang bersifat istimewa.”
HAKIKAT PEMBAGIAN DAERAH MENURUT PASAL 18 UUD 1945 PRA-PERUBAHAN
1. Pembentukan
Daerah Di Indonesia Dimungkinkan Sebagai Wujud Prularistis Bangsa Indonesia
Yang Eka Dalam Kesatuan Negara Republik Indonesia.
2. Sebagai
Konsekuensi Yuridis Bentuk Negara Kesatuan, Hubungan Formalistis Antar-Daerah
Dan Pembentukan Daerah Dilakukan Oleh Pemerintah Pusat Melalui Undang-Undang
Yang Harus Mendapat Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Dpr).
Pasal 18
UUD 1945 Setelah Perubahan
1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,
yang diatur dengan undang-undang.
2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,
dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan.
3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,
dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya
dipilih melalui pemilihan umum.
4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing
sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara
demokratis.
5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan Pemerintah Pusat.
6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.
7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pasal 18A UUD 1945
1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah provinsi, kabupaten,
dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan
sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B UUD 1945
1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
2) Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat danprinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
ALASAN YURIDIS PEMBENTUKAN DAERAH MELALUI
UNDANG-UNDANG
(1) pembentukan
daerah harus merupakan wujud kemauan pemerintah dan rakyat melalui
wakil-wakilnya di DPR;
(2) konstruksi
pembagian daerah harus diselaraskan dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat
yang dilegitimasi oleh hukum;
(3) pembentukan
daerah merupakan perjanjian publik yang mengakui suatu wilayah sebagai daerah
otonom yang akan memiliki hak dan kewajiban sebagai subyek hukum;
(4) jaminan
penyerahan hak otonomi akan disertai dengan jaminan pengakuan hak mengatur
rumah tangganya sendiri yang diserahkan dari pemerintah pusat.
DPRD
Perkuliahan Ke-10
FUNGSI DPRD
1. Fungsi Legislasi (Pembentukan Perda)
–
membahas bersama kepala daerah dan menyetujui
atau tidak menyetujui raperda
–
Mengajukan usul raperda
– Menyusun program pembentukan perda bersama kepada daerah (lengkap dengan daftar urutan prioritas raprda yang akan dibuat dalam 1
tahun.
–
Fungsi anggaran
– Pembahasan untuk persetujuan bersama raperda ttg
APBD yang diajukan Kepala Daerah (termasuk pertanggungjawaban APBD)
2. Fungsi Pengawasan
–
Pengawasan perda dan perkada
– Pelaksanaan peraturan pr-uu-an lain yang terkait
dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah
–
Pelaksanaan Tindak lanjut hasil pemeriksaan
laporan keuangan oleh BPK
–
Meminta klarifikasi atas temuan BPK
TUGAS DAN WEWENANG DPRD
a. membentuk Perda Provinsi bersama gubernur;
b. membahas
dan memberikan persetujuan Rancangan Perda tentang APBD
yang diajukan oleh Kepala Daerah
c. melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD
d. mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah kepada Presiden melalui
Menteri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian;
e. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada
Pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian internasional di Daerah ;
f. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah ;
g. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban
Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ;
h. memberikan
persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan Daerah lain atau dengan
pihak ketiga yang membebani masyarakat dan Daerah ; dan
i. melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
HAK DPRD
1. Hak interpelasi :
Untuk
meminta keterangan kepada kepada daerah mengenai kebijakan pemda yang penting
dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara
2. Hak angket
Untuk
melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemda yang penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara, yang diduga
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Hak menyatakan pendapat
Untuk
menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian
luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya
atau sebagai tindak lanjut hak interpelasi dan hak angket
HAK ANGGOTA DPRD
a. mengajukan rancangan Perda :
b. mengajukan pertanyaan : (dalam rapat-rapat DPRD)
c. menyampaikan
usul dan pendapat : (dalam rapat-rapat DPRD)
d. memilih dan dipilih : (dalam pengisian alat
kelengkapan)
e. membela diri : (apabila diperiksa oleh Badan
Kehormatan)
f. Imunitas (tdk dapat dituntut di depan pengadilan
karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya, baik
lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD atau di luar rapat berkaitan dengan
fungsi dan tugas serta wwenang DPRD
g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
h. protokoler; dan
i. keuangan dan administratif : hak memperoleh
tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan daerah
KEWAJIBAN ANGGOTA DPRD
1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
2. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional
dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
4. mendahulukan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
5. memperjuangkan
peningkatan kesejahteraan rakyat;
6. menaati prinsip demokrasi dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
7. menaati tata tertib dan kode etik;
8. menjaga
etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ;
9. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen
melalui kunjungan kerja secara berkala;
10. menampung
dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan
11. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan
politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
FRAKSI
•
Setiap fraksi minimal beranggota = jumlah komisi
• Parpol yang anggotanya kurang dari jumlah
komisi, dapat membentuk fraksi gabungan beberapa parpol, atau bergabung dengan
fraksi yang ada.
•
Fraksi mempunyai sekretariat
ALAT KELENGKAPAN DPRD
a. Pimpinan : berasal dari Parpol berdasarkan
urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD
Ketua :
dari
parpol yang memperoleh kursi terbanyak di DPRD (jika ada 2 parpol dengan kursi
terbanyak , tetapi sama banyaknya, maka Ketua dari Parpol dengan perolehan
suara terbanyak, jika suara sama pula
banyaknya, ditentukan berdasarkan sebaran perolehan suara yang paling merata)
Wakil Ketua
b. komisi;
c badan musyawarah
d badan
pembentukan Perda
e badan anggaran;
f. badan kehormatan; dan
g alat kelengkapan lain yang diperlukan dan
dibentuk oleh rapat paripurna.
Cara
pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang diatur dalam tatib
Setiap alat
kelengkapan : dibantu oleh sekretariat, dan dapat dibantu oleh kelompok pakar
atau tim ahli
PEMERINTAH DAERAH
Perkuliahan Ke-11
TUGAS KEPALA DAERAH
a. memimpin
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b. memelihara ketenteraman dan ketertiban
masyarakat;
c. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang
RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD,
serta menyusun dan menetapkan RKPD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan
APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
kepada DPRD untuk dibahas bersama;
e. mewakili
Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
f. mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah;
dan
g. melaksanakan
tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
WEWENANG KEPALA DAERAH
a. mengajukan rancangan Perda;
b. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan
bersama DPRD;
c. menetapkan
Perkada dan keputusan kepala daerah;
d. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan
mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;
e. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
TUGAS WAKIL KEPALA DAERAH
A. membantu kepala daerah dalam:
1. memimpin
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
2. mengoordinasikan kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan;
3. memantau
dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dilaksanakan oleh
Perangkat Daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan
4. memantau
dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Perangkat
Daerah kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau Desa bagi wakil bupati/wali kota;
B. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah;
C. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara; dan
D. melaksanakan
tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
E. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan
lainnya yang diberikan oleh kepala daerah yang ditetapkan dengan keputusan
kepala daerah.
KEWAJIBAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menaati seluruh ketentuan peraturan
perundangundangan;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. menjaga
etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah;
e. menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih
dan baik;
f. melaksanakan program strategis nasional; dan
g. menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi
Vertikal di Daerah dan semua Perangkat Daerah.
LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMDA
a. menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, laporan keterangan pertanggungjawaban, dan ringkasan
laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, mencakup laporan kinerja instansi
Pemerintah Daerah, memuat capaian kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
dan pelaksanaan Tugas Pembantuan.
b. Gubernur menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi sebagaimana dimaksud kepada Presiden melalui
Menteri yang dilakukan 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
c. Bupati/wali kota menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
kabupaten/kota kepada Menteri melalui
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
d. Laporan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah disampaikan paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.
HAK KEPALA DAN WAKIL KEPALA DAERAH
• Hak Protokoler : memperoleh penghormatan berkenaan dengan jabatannya dalam acara kenegaraan atau acara resmi maupun
dalam melaksanakan tugasnya.
•
Hak Keuangan : Gaji, tunjangan jabatan dan
tunjangan lain.
LARANGAN KEPALA DAN WAKIL KEPALA DAERAH
a. membuat
keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga,
kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok
masyarakat atau mendiskriminasikan
warga negara dan/atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik
swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apa pun;
d. menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri
sendiri dan/atau merugikan Daerah yang dipimpin;
e. melakukan
korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang, dan/atau
jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukan;
f. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu
perkara di pengadilan,
g. menyalahgunakan wewenang dan melanggar
sumpah/janji jabatannya;
h. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya
sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. melakukan
perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri; dan
j. meninggalkan
tugas dan wilayah kerja lebih dari 7 (tujuh) Hari berturut-turut atau
tidak berturut-turut dalam waktu 1
(satu) bulan tanpa izin Menteri untuk gubernur dan wakil gubernur serta
tanpa izin gubernur untuk bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali
kota.
SANKSI ADMINISTRATIF
1. Diberi teguran tertulis oleh Menteri untuk Gubernur dan oleh Gubernur/Wakil Gubernur sebagai wakil Pemerintah untuk
Bupati/walikota serta Wabup/Wawali , apabila :
a. Tidak melaksanakan program strategis nasional,
b. Tidak menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah setelah 3 bulan berakhirnya tahun anggaran,
2. Diberhentikan sementara selama 3 bulan,
apabila :
a. Setelah mendapat teguran tertulis 2 kali
berturut-turut, tetap tidak melaksanakan program strategis nasional.
b. Menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik
swasta atau milik negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apapun,
c. Melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin,
3. Diberhentikan, apabila :
a. Setelah selesai menjalani pemberhentian
sementara, tetap tidak menjalankan program strategis nasional.
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap
secara berturut-turut selama 6 bulan,
c. Melanggar sumpah/janji,
d. Melakukan perbuatan tercela.
e. Menggunakan dokumen atau keterangan palsu
sebagai persyaratan pada saat pencalonan berdasarkan pembuktian dari lembaga
yang berwenang menerbitkan dokumen.
CARA PEMBERHENTIAN
1. Apabila karena meninggal dunia atau atas
permintaan sendiri, karena berakhir masa jabatan atau tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama
6 bulan :
Diumumkan oleh Pimpinan DPRD
dalam rapat parpurna dan diusulkan oleh DPRD (kepada Presiden melalui menteri
utk Gubernur, serta kepada Menteri melalui Gubernur untuk Bupati/walikota),
untuk mendapatkan penetapan pemberhentiannya
2. Apabila karena melanggar sumpah/janji atau
tidak melaksanakan kewajiban atau melanggar larangan atau melakukan perbuatan
tercela :
Diusulkan kepada
Presiden utk Gubernur/Wakil Gubernur, serta kepada Menteri untuk
Bupati/Walikota serta Wabup/Wawali, berdasarkan putusan MA atas pendapat DPRD
atas adanya pelanggaran yang diputuskan dalam Rapat Paripurna DPRD yang
dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota, dan putusan diambil dengan
persetujuan paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
Dalam hal DPRD tidak menyampaikan usul pemberhentian, maka paling lambat 14 hari sejak diterimanya
pemberitahuan putusan MA Presiden memberhentikan Gubernur/Wakil Gubernur atas
usul Menteri, dan Menteri memberhentikan bupati/walikota, wabub/wawali atas usul Gubernur.
Dalam hal Gubernur tidak mengusulkan pemberhentian Bupati/walikota, wabup/wawali, Menteri
memberhentikan Bupati/walikota, wabup/wawali.
CARA PEMBERHENTIAN
1. Dalam hal DPRD tidak melaksanakan wewenangnya,
Pemerintah Pusat memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah yang:
a.
melanggar sumpah/janji jabatan kepala
daerah/wakil kepala daerah;
b.
tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan
wakil kepala daerah,
c.
melanggar larangan,
d.
melakukan perbuatan tercela.
2. Untuk
melaksanakan pemberhentian Pemerintah
Pusat melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
untuk menemukan bukti-bukti terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah.
3. Hasil pemeriksaan disampaikan
oleh Pemerintah Pusat kepada Mahkamah Agung untuk mendapat keputusan
tentang pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah.
4. Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah terbukti melakukan pelanggaran, Pemerintah Pusat memberhentikan
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
PEMBERHENTIAN
1. Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah diduga menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsusebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala
daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian darilembaga yang berwenang
menerbitkan, DPRD menggunakan hak angket untuk melakukan penyelidikan.
2. Dalam hal
hasil penyelidikan oleh DPRD kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah terbukti menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala
daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang
menerbitkan dokumen tersebut, DPRD provinsi mengusulkan pemberhentian gubernur
dan/atau wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri serta DPRD
kabupaten/kota mengusulkan pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati atau wali
kota dan/atau wakil wali kota kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat.
3. Berdasarkan usulan DPRD provinsi , Presiden
memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur paling lambat 30 (tiga puluh)
Hari sejak diterimanya usulan dari
DPRD provinsi.
4. Berdasarkan usulan DPRD kabupaten/kota, Menteri
memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali
kota paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterimanya usulan dari DPRD
kabupaten/kota.
5. Dalam hal DPRD tidak melakukan penyelidikan,
Pemerintah Pusat melakukan klarifikasi kepada DPRD bersangkutan.
6. Apabila
DPRD dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak dilakukan klarifikasi
tetap tidak melakukan penyelidikan, Pemerintah Pusat melakukan pemeriksaan.
7. Dalam hal hasil pemeriksaan oleh Pemerintah
Pusat , kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah terbukti menggunakan dokumen
dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala
daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang
menerbitkan dokumen tersebut, Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil
gubernur serta Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali
kota dan/atau wakil wali kota.
PEMBERHENTIAN
1. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan
tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi,
tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara,
dan/atau perbuatan lain yang dapat
memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang
menjadi terdakwa diberhentikan sementara
berdasarkan register perkara di pengadilan.
3. Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilakukan oleh
Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati
dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
4. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
PENYIDIKAN KEPALA DAN WAKIL KEPALA DAERAH
1. Tindakan
penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap gubernur dan/atau
wakil gubernur memerlukan persetujuan tertulis dari Presiden dan terhadap
bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota memerlukan persetujuan tertulis dari Menteri.
2. Dalam hal
persetujuan tertulis tidak diberikan,
dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak diterimanya
permohonan, dapat dilakukan proses penyidikan yang dilanjutkan dengan
penahanan.
3. Tidak memerlukan izin tertulis apabila :
a.
tertangkap tangan melakukan tindak pidana
kejahatan; atau
b.
disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana mati atau telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
4. Tindakan
penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan , wajib dilaporkan kepada Presiden untuk gubernur
dan/atau wakil gubernur dan kepada Menteri untuk bupati dan/atau wakil
bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota paling lambat dalam waktu 2
(dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan.
TUGAS GUBERNUR SBG WAKIL PEMERINTAH PUSAT
a. mengoordinasikan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan Tugas Pembantuan di Daerah kabupaten/kota;
b. melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi
terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota yang ada di
wilayahnya;
c. memberdayakan dan memfasilitasi Daerah
kabupaten/kota di wilayahnya;
d. melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda
Kabupaten/Kota tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD, tata ruang
daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah;
e. melakukan pengawasan terhadap Perda
Kabupaten/Kota; dan
f. melaksanakan
tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
WEWENANG GUBERNUR SBG WAKIL PEMERINTAH PUSAT
1. membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan
bupati/wali kota;
2. memberikan
penghargaan atau sanksi kepada bupati/wali kota terkait dengan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
3. menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraan
fungsi pemerintahan antar-Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi;
4. memberikan persetujuan terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pembentukan
dan susunan Perangkat Daerah kabupaten/kota; dan
5. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
TUGAS DAN WEWENANG
LAIN GUBERNUR SBG WAKIL PEMERINTAH PUSAT
a. menyelaraskan perencanaan pembangunan antar-
Daerah kabupaten/kota dan antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota di
wilayahnya;
b. mengoordinasikan kegiatan pemerintahan dan pembangunan antara Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota dan antar-Daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya;
c. memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Pusat
atas usulan DAK pada Daerah kabupaten/kota di wilayahnya;
d. melantik bupati/wali kota;
e. memberikan persetujuan pembentukan Instansi
Vertikal di wilayah provinsi kecuali pembentukan Instansi Vertikal untuk melaksanakan urusan pemerintahan
absolut dan pembentukan Instansi Vertikal oleh kementerian yang nomenklaturnya
secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
f. melantik kepala Instansi Vertikal dari
kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian yang ditugaskan di wilayah
Daerah provinsi yang bersangkutan kecuali untuk kepala Instansi Vertikal yang
melaksanakan urusan pemerintahan absolut dan kepala Instansi Vertikal yang
dibentuk oleh kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; dan
g. melaksanakan
tugas lain sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.
PERANGKAT GUBERNUR
1 Gubernur dalam menyelenggarakan tugas sebagai
wakil Pemerintah Pusat dibantu oleh perangkat gubernur.
2. Perangkat gubernur terdiri
atas sekretariat dan paling banyak 5 (lima) unit kerja.
3. Sekretariat
dipimpin oleh sekretaris gubernur.
4. Sekretaris daerah provinsi karena jabatannya
ditetapkan sebagai sekretaris gubernur.
SATUAN KERJA PENANGKAT DAEARAH (SKPD)
Perkuliahan Ke-12
SATUAN PERANGKAT DAERAH
1. Perangkat Daerah Provinsi :
a.
Sekretariat Daerah
b.
Sekretariat DPRD,
c.
Inspektorat
d.
Dinas, dan
e.
Badan
2. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota :
a.
Sekretariat Daerah,
b.
Sekretariat DPRD,
c.
Inspektorat,
d.
Dinas,
e.
Badan, dan
f.
Kecamatan.
Tugas
Perangkat Daerah :
Melaksanakan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan.
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN
1. Pembentukan dan susunan Perangkat Daerah ditetapkan dengan Perda.
2. Perda
berlaku setelah mendapat persetujuan dari Menteri bagi Perangkat Daerah
provinsi dan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Perangkat Daerah
kabupaten/kota.
3. Persetujuan Menteri atau gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat diberikan berdasarkan pemetaan Urusan Pemerintahan
Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud
4. Kedudukan,
susunan organisasi, perincian tugas dan fungsi, serta tata kerja
Perangkat Daerah ditetapkan dengan
Perkada.
SEKRETARIAT DAERAH
1. Sekretariat Daerah dipimpin oleh sekretaris Daerah.
2. Sekretaris Daerah mempunyai tugas membantu kepala daerah dalam
penyusunan kebijakan dan pengoordinasian administratif terhadap pelaksanaan tugas Perangkat Daerah
serta pelayanan administratif.
3. Dalam
pelaksanaan tugas sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada
kepala daerah.
4. Apabila sekretaris Daerah provinsi berhalangan
melaksanakan tugasnya, tugas sekretaris Daerah provinsi dilaksanakan oleh
penjabat yang ditunjuk oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat atas
persetujuan Menteri.
5. Apabila sekretaris Daerah kabupaten/kota berhalangan melaksanakan tugasnya,
tugas sekretaris Daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh penjabat yang
ditunjuk oleh bupati/wali kota atas persetujuan gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat.
6. Masa jabatan penjabat sekretaris Daerah paling lama 6 (enam) bulan dalam hal
sekretaris Daerah tidak bisa melaksanakan
tugas atau paling lama 3 (tiga) bulan dalam hal terjadi kekosongan
sekretaris Daerah.
7. Persetujuan Menteri dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dilakukan sesuai dengan persyaratan
kepegawaian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
SEKRETARIAT DPRD
1. Sekretariat DPRD
dipimpin oleh sekretaris DPRD.
2. Sekretaris
DPRD mempunyai tugas:
a.
menyelenggarakan administrasi kesekretariatan;
b.
menyelenggarakan administrasi keuangan;
c.
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan
d.
menyediakan dan mengoordinasikan tenaga ahli
yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kebutuhan.
3. Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya
secara teknis operasional bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara
administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris Daerah.
INSPEKTORAT
1. Inspektorat Daerah dipimpin oleh inspektur.
2. Inspektorat Daerah mempunyai tugas membantu
kepala daerah membina dan mengawasi
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dan Tugas
Pembantuan oleh Perangkat Daerah.
3. Inspektorat Daerah dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris Daerah.
DINAS
1. Dinas dibentuk untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah.
2. Dinas dipimpin oleh seorang kepala.
3. Kepala dinas mempunyai tugas membantu kepala
daerah melaksanakan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
4. Kepala dinas dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada kepala
daerah melalui sekretaris Daerah.
BADAN
1. Badan dibentuk untuk melaksanakan fungsi
penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah meliputi:
a.
perencanaan;
b.
keuangan;
c.
kepegawaian
serta pendidikan dan pelatihan;
d.
penelitian
dan pengembangan; dan
e.
fungsi
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Badan dipimpin oleh seorang kepala.
3. Kepala badan mempunyai tugas membantu kepala
daerah melaksanakan fungsi penunjang
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
4. Kepala badan dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada kepala
daerah melalui sekretaris Daerah.
KECAMATAN
1. Daerah kabupaten/kota membentuk Kecamatan dalam
rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik,
dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan.
2. Kecamatan
dibentuk dengan Perda Kabupaten/Kota berpedoman pada peraturan
pemerintah.
3. Rancangan
Perda Kabupaten/Kota tentang pembentukan Kecamatan yang telah mendapatkan persetujuan
bersama bupati/wali kota dan DPRD kabupaten/kota, sebelum ditetapkan
oleh bupati/ wali kota disampaikan kepada Menteri melalui gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat untuk mendapat persetujuan.
4. Kecamatan dipimpin oleh seorang kepala kecamatan yang disebut camat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
bupati/wali kota melalui sekretaris Daerah.
5. Bupati/wali kota wajib mengangkat camat dari
pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan
memenuhi persyaratan kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pengangkatan camat yang tidak sesuai dengan ketentuan dibatalkan keputusan pengangkatannya oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat.
URUSAN DAERAH
Perkuliahan Ke-13
KUALIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN
1. Urusan
Pemerintahan Absolut.
Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat (dapat
dilaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal yang
ada di daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas
dekonsentrasi) :
a.
Politik luar negeri,
b.
Pertahanan,
c.
Keamanan,
d.
Yustisi,
e.
Moneter dan fiscal nasional,
f.
Agama.
g.
Urusan
Pemerintahan konkuren.
2. Urusan pemerintahan yang dibagi antara
Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
a. Kriteria Urusan Pemerintahan Konkuren yang
menjadi kewenangan Pusat :
1)
Lokasinya lintas daerah provinsi atau lintas
negara,
2)
Penggunanya lintas daerah provinsi atau lintas
ngara,
3)
Manfaat atau dampak negatifnya lintas provinsi
atau lintas negara,,
4)
Penggunaan sumberdayanya lebih efisien apabila
dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
5)
Peranannya strategis bagi kepentingan nasional.
b. Kriteria Urusan Provinsi :
1)
Lokasinya lintas daerah kabupaten/kota,
2)
Penggunanya lintas kabupaten/kota,
3)
Manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah kabupaten/kota,
4)
Penggunaan sumberdayanya lebih efisien apabila
dilakukan oleh daerah provinsi.
c. Kriteria Urusan Kabupaten/Kota:
1)
Lokasinya dalam daerah kabupaten/kota,
2)
Penggunanya dalam daerah kabupaten/kota,
3)
Manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam
daerah kabupaten/Kota,
4) Penggunaan sumberdayanya lebih efisien apabila
dilakukan oleh daerah kabupaten/kota.
3. Urusan
Pemerintahan Umum :
Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan
URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
1. Urusan
Pemerintahan Wajib (yang berkaitan
dengan pelayanan dasar) :
a.
Pendidikan,
b.
Kesehatan,
c.
Pekerjaan umum dan penataan ruang,
d.
Perumahan rakyat dan kawasan pemukiman,
e.
Ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan
masyarakat,
f.
Sosial.
2. Urusan Pemerintahan Wajib
(yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar) :
a.
Tenaga kerja,
b.
Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
c.
Pangan,
d.
Pertanahan,
e.
Lingkungaqn hidup,
f.
Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil,
g.
Pemberdayaan masyarakat dan desa,
h.
Pengendalian penduduk dan keluarga berencana,
i.
Komunikasi dan informatika,
j.
Koperasi, usaha kecil dan menengah
k.
Pnamaman modal,
l.
Kepemudaan dan olah raga,
m.
statistik,
n.
Persandian,
o.
Kebudayaan,
p.
Perpustakaan, dan
q.
Kearsipan.
3. Urusan
Pemerintahan Pilihan
Urusan
Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah :
a.
Kelautan dan perikanan,
b.
Pariwisata,
c.
Pertanian,
d.
Kehutanan,
e.
Energi dan sumberdaya mineral,
f.
Perdagangan,
g.
Perindustrian, dan
h.
Transmigrasi.
URUSAN PEMERINTAHAN UMUM
a. pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian
Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. pembinaan
persatuan dan kesatuan bangsa;
c. pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan
lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional;
d. penanganan konflik sosial sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
e. koordinasi
pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah
provinsi dan Daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul
dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan,
potensi serta keanekaragaman Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
f. pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan
Pancasila; dan
g. pelaksanaan
semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan Daerah dan
tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal.
Urusan pemerintahan umum dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali
kota di wilayah kerja masing-masing.
Untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur dan bupati/wali
kota dibantu oleh Instansi Vertikal, yang dibiayai dari APBN.
Urusan pemerintahan umum pada tingkat Kecamatan , bupati/walikota melimpahkan pelaksanaannya
kepada camat.
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan urusan pemerintahan umum,
dibentuk Forkopimda provinsi, Forkopimda kabupaten/kota (Pimpinan DPRD,
Pimpinan Kepolisian, Kejaksaan, TNI, dikteua Kepala Daerah) dan forum koordinasi pimpinan di Kecamatan.
PERDA DAN PERKADA
Perkuliahan Ke-14
PERDA
1. Perda dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama
Kepala Daerah, untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan.
2. Materi muatan Perda :
a. Penyelenggaraan otonomi dan tugas Pembantuan,
b. Penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
c. Dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan
peraturan per-uu-an
d. Tahapan pembentukan Perda :
e. Perencanaan,
f. Penyusunan,
g. Pembahasan,
h. Penetapan, dan
i. Pengundangan
j. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan atau tulisan dalam
pembentukan Perda.
3. Perda dapat memuat ketentuan pembebanan biaya
paksaan penegakan seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar (ancaman pidana
kurungan maksimal 6 bulan, pidana denda
maksimal Rp.50.000.000, ancaman sanksi
berupa pengembalian pada keadaan semula dan sanksi administratif (teguran
lisan/tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian tetap kegiatan,
pencabutan sementara izin, pencabutan
tetap izin, denda administratif, dan atau sanksi administratif lsainnya).
PERENCANAAN PERDA
1. program pembentukan Perda disusun oleh DPRD dan
Kepala Daerah, dan ditetapkan dengan keputusan DPRD untuk jangka waktu 1 tahun
berdasarkan skala prioritas,sebelum penetapan Perda APBD.
2. Dalam keadaan tertentu, DPRD atau Kepala Daerah
dapat mengajukan Raperda di luar program pembentukan Perda, karena alasan :
a. Mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik,
atau bencana alam,
b. Menindak lanjuti kerjasama dengan pihak lain,
c. Mengatasi keadaan tertentu lainnya yang
memastikan adanya urgensi atas suatu Raperda yang dapat disetujui bersama oleh
alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang pembentukan Perda dan unit
yang menangani bidang hukum pada Pemda.
d. Akibat pembatalan oleh Menteri untuk Perda
Provinsi, dan oleh Gubernur untuk Perda Kabupaten/Kota,
e. Perintah dari ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi setelah program pembentukan Perda
ditetapkan.
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN PERDA
1. Penyusunan Raperda dapat berasal dari DPRD atau
Kepala Daerah, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
2. Pembahasan Raperda dilakukan oleh DPRD bersama Kepala
Daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
3. Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD
dan Kepala Daerah disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah, paling
lambat 3 hari setelah sejak tanggal persetujuan bersama, untuk ditetapkan menjadi Perda.
4. Gubernur wajib menyampaikan Raperda Provinsi
kepada Menteri paling lama 3 hari sejak
menerima Raperda dari Pimpinan DPRD, untuk mendapatkan nomor register Perda.
5. Bupati/walikota wajib menyampaikan Raperda
Kabupaten/Kota kepada Gubernur, paling lambat 3 hari sejak menerima Raperda
dari Pimpinan DPRD untuk mendapatkan nomor register Perda.
6. Menteri dan gubernur memberikan nomor register
Raperda paling lambat 7 hari sejak Raperda diterima.
7. Raperda yang telah mndapat nomor register
ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan
membubuhkan tanda tangan paling lama 30 hari sejak Raperda disetujui bersama
oleh DPRD dan Kepala Daerah.
8. Dalam hal Kepala Daerah tidak menandatangani
Raperda yang mendapat nomor register,
Raperda tersebut tetap sah menjadi Perda
(dengan menuliskan “ Peraturan
Daerah ini dinyatakan sah” pada halaman terakhir, dan setelah itu wajib diundangkan dalam lembaran daerah oleh Sekretaris Daerah.
9. Perda berlaku mulai tanggal diundangkan.
EVALUASI RANCANGAN PERDA
1. Raperda
Provinsi yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD, Perubahan APBD,
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata
Ruang Daerah, harus mendapat evaluasi Menteri (dengan berkoordinasi dengan
Menteri Keuangan dan Menteri terkait bidang tata ruang), sebelum ditetapkan oleh gubernur.
2. Raperda Kabupaten/Kota yang mengatur tentang
RPJPD, RPJMD, APBD, Perubahan APBD, Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, Pajak
Daerah, Retibusi Daerah dan Tata Ruang Daerah, harus mendapat evaluasi gubernur
(dengan berkonsultasi kepada Menteri, dan selanjutnya Menteri berkoordinasi
dengan menteri keuangan dan menteri terkait bidang tata ruang), sebelum
ditetapkan oleh Bupati/walikota.
3. Berdasarkan evaluasi, Raperda yang disetujui,
diikuti dengan pemberian nomor register.
PERKADA
1. Kepala Daerah menetapkan Peraturan Kepala Daerah
(Perkada) untuk melaksanakan Perda, atau atas kuasa peraturan
perundang-undangan.
2. Perkada diundangkan dalam berita daerah, oleh
sekretaris daerah.
3. Perkada berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat
sejak tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain dalam Perkada yang
bersangkutan.
4. Gubernur wajib menyampaikan Perda Provinsi dan
Peraturan Gubernur kepada Menteri, paling lambat 7 hari setelah ditetapkan.
5. Bupati/walikota wajib menyampaikan Perda
Kabupaten/Kota dan Peraturan bupati/walikota kepada Gubernur paling lambat 7
hari setelah ditetapkan.
6. Perda dan Perkada dilarang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan
atau kesusilaan.\
7. Perda atau Perkada bertentangan dengan
kepentingaqn umum, apabila :
a. Terganggunya kerukunan antar warga masyarakat,
b. Terganggunya akses terhadap layanan publik,
c. Terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum,
d. Terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan atau
e.
Diskriminasi terhadap suku, agama dan
kepercayaan, ras, antar-golongan dan gender.
PEMBATALAN PERDA DAN PERKADA
1. Perda Provinsi dan Peraturan Gubernur yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan per-uu-an yang lebih tinggi,
kepentingan umum dan atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri.
2. Perda Kabupaten/Kota dan Peraturan
Bupati/Walikota yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Per-uu-an yang
lebih tinggi, kepentingan umum dan atau kesusilaan dibatalkan oleh Gubernur.
Apabila Gubernur tidak membatalkan, maka Menteri membatalkan Perda dan Perkada
Kabupaten/Kota tersebut.
3. Paling lama 7 hari sejak SK pembatalan Perda,
Kepala Daerah harus menghentikan pelaksanaan Perda dan Perkada tersebut, dan
selanjutnya DPRD bersama Kepala Daerah mencabut Perda dimaksud.
4. paling lambat 7 hari setelah pembatalan Perkada, Kepala Daerah harus mngehentikan
pelaksanaan Perkada dan selanjutnya
mencabut Perkada tersebut.
5. Dalam hal penyelenggara Pemda provinsi tidak dapat menerima keputusan
pembatalan Perda, dan Gubernur tdk dapat
menerima pembatalan Peraturan Gubernur dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan, gubernur dapat mengajukan keberatan kepada
Presiden paling lambat 14 hari sejak keputusan pembatalan diterima.
6. Apabila penyelenggara Pemda Kabupaten/Kota tidak
dapat menerima keputusan pembatalan Perda, dan bupati/walikota tidak dapat
menerima pembatalan Peraturan Bupati/Walikota dengan alasan yang dapat
dibenarkan oleh ketentuan peraturan
per-uu-an, bupati/walikota dapat mengajukan keberatan kepada Menteri
paling lambat 14 hari sejak keputusan pembatalan diterima.
SANKSI PERMBELAKUAN PERDA YANG
DIBATALKAN
1. Terhadap Penyelenggara Daerah yang masih
memberlakukan Perda yang dibatalkan, dikenai sanksi administratif dan sanksi
penundaan evaluasi Raperda.
2. Sanksi administratif kepada Kepala daerah dan
anggota DPRD berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan selama 3 bulan.
3. Apabila Perda yang masih diberlakukan itu
mengenai pajak daerah atau retribusi daerah, dikenai sanksi penundaan atau
pemotongan DAU dan atau DBH bagi daerah yang bersangkutan
PENEGAKAN PERDA DAN PERKADA
1. Penegakan Perda dan Perkada, dilakukan oleh Polisi Pamong Praja.
2. Kewenangan Polisi PP :
a. melakukan tindakan penertiban non-yustisial
terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada;
b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan
hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
c. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga
d. melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau
Perkada; dan
e. melakukan
tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan
hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
3. Polisi
pamong praja yang memenuhi persyaratan dapat diangkat sebagai penyidik
pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
4. Penyidik pegawai negeri sipil menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut
umum dan berkoordinasi dengan penyidik kepolisian setempat.
5. Penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan
Perda dilakukan oleh penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PEMBANGUNAN DAERAH
Perkuliahan Ke-15
TUJUAN PEMBANGUNAN DAERAH
Untuk
Peningkatan dan pemerataan :
1.
pendapatan masyarakat,
2.
Kesempatan kerja,
3.
Lapangan berusaha,
4.
Akses dan kualitas pelayanan publik, dan
5.
Daya saing daerah
Dalam upaya
mencapai target pembangunan nasional,
oleh kementerian bidang
perencanaan pembangunan, dilakukan koordinasi teknis pembangunan antara
kementerian atau lembaga pemerintah non
kementerian dan daerah.
Koordinasi
teknis pembangunan antara daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota dan antar
kabupten/kota dalam provinsi, dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat.
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH
1. Sesuai dengan kewenangannya, Daerah menyusun
rencana pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional.
2. Rencana pembangunan daerah dikoordinasikan,
disinergikan dan diharmonisasikan oleh Perangkat daerah yang membidangi
Perencanaan pembangunan daerah.
3. Perencanaan pembangunan daerah menggunakan
pendekatan :
a. Teknokratik : mnggunakan metode dan kerangka
berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran
b. Partisipatif : dengan melibatkan berbagai
pemangku kepentingan
c. Politis : dilaksanakan dengan menerjemahkan visi
dan misi kepala daerah terpilih ke dalam dokumen perencanaan jangka menengah,
yang dibahas bersama DPRD
d. Atas-bawah dan bawah-atas : diselaraskan dalam musyawarah mulai dari
desa, kecamatan, daerah kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional.
4. Rencana pembangunan daerah dirumuskan secara
transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur,
berkeadilan dan berwawasan lingkungan.
DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Merupakan penjabaran dari visi,
misi, arah kebijakan, sasaran pokok pembangunan daerah untuk 20 tahun, yang disusun dengan berpedoman pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). RPJPD, ditetapkan dengan Perda
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD)
Merupakan
penjabaran visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran,
strategi, arah kebijakan pembangunan daerah dan keuangan daerah, serta program
Perangkat Daerah dan lintas Perangkat Daerah yang disertai dengan kerangka
pendanaan bersifat indikatif untuk jangka 5 tahun, yang disusun berdasarkan
RPJPD dan RPJPN. RPJMD, ditetapkan dengan Perda
3. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Merupakan penjabaran dari RPJMD yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas
pembangunan daerah, serta rencana kerja dan pendanaan untuk jangka waktu 1
tahun, yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah dan Program
Strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. RKPD, ditetapkan dengan Perkada.
4. Apabila Penyelenggara Pemerintahan Daerah tidak
menetapkan Perda tentang RPJP dan RPJM, anggota DPRD dan Kepala Daerah dikenai
sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan selama 3 bulan.
5. Apabila Kepala Daerah tidak menetapkan Perkada
tentang RKPD, dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak
keuangan selama 3 bulan.
RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KERJA
PERANGKAT DAERAH
1. Perangkat Daerah menyusun rencana strategis
dengan berpedoman kepada RPJMD.
2. Rencana Stratgeis Perangkat Daerah, memuat :
tujuan, sasaran, program, dan kegiatan pembangunan dalam rangka pelaksanaan
urusan pemerintahan wajib dan atau pilihan, sesuai dengan tugas dan fungsi
Perangkat daerah.
3. Rencana Strategis Perangkat Daerah ditetapkan
dengan Perkada, setelah RPJMD ditetapkan
4. Pencapaian sasaran, program, dan kegiatan
pembangunan dalam rencana strategis Perangkat Daerah, diselaraskan dengan
pencapaian sasaran, program, dan kegiatan pembangunan yang ditetapkan dalam
rencana strategis kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian.
5. Rencana strategis Perangkat Daerah dirumuskan ke
dalam rancangan Rencana Kerja Perangkat Daerah, dan digunakan sebagai bahan
penyusunan rancangan RKPD.
6. Rencana Kerja Perangkat Daerah memuat program, kegiatan, lokasi, dan
kelompok sasaran yang disertai indikator kinerja dan pendanaan sesuai dengan
tugas dan fungsi Perangkat Daerah.
7. Rencana Kerja Perangkat Daerah ditetapkan
Kepala Daerah, setelah RKPD ditetapkan.
APBD
Perkuliahan Ke-16
KUA , DAN PPAS
1. Berdasarkan RKPD, Kepala Daerah menyusun
Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan diajukan kepada DPRD untuk dibahas
bersama.
2. KUA dan PPAS yang telah disepakati Kepala Daerah
bersama DPRD, menjadi pedoman bagi
Perangkat Daerah dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) pada satuan Kerja Perangkat Daerah.
3. RKA-SKPD disampaikan kepada Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah (PPKD), sebagai bahan penyusunan Raperda tentang APBD tahun
berikutnya.
APBD
1. Kepala Daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama
Raperda tentang APBD paling lambat 1 bulan sebelum dimulainya tahun anggaran.
2. DPRD dan Kepala Daerah yang tidak menyetujui
bersama Raperda tentang APBD paling lambat 1 bulan sebelum dimulainya tahun
anggaran, dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan
selama 6 bulan.
3. Sanksi bagi anggota DPRD tdk dapat dikenakan
apabila keterlambatan penetapan APBD itu
disebabkan oleh Kepala Daerah yang terlambat menyampaikan Raperda APBD
dari jadwal yang telah ditetapkan.
4. Apabila Kepala Daerah dan DPRD tidak mengambil
persetujuan bersama dalam waktu 60 hari sejak disampaikan Raperda APBD oleh
Kepala Daerah kepada DPRD, Kepala Daerah menyusun dan menetapkan Perkada
tentang APBD paling tinggi sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
5. Raperkada APBD bserta lampirannya
disampaikan (kepada Menteri bagi Provinsi, dan kepada Gubernur bagi
Kabupaten/Kota), paling lama 15 hari sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama
dengan Kepala Daerah
6 Raperkada dapat ditetapkan oleh Kepala Daerah
setelah memperoleh pengesahan Menteri bagi Daerah Provinsi, dan pengesahan
Gubernur bagi Daerah Kabupaten/Kota.
7. Apabila dalam
30 hari Menteri atau Gubernur tidak mengesahkan Raperkada, Kepala Daerah
menetapkan Raperkada menjadi Perkada.
EVALUASI RAPERDA TTG APBD
1. Paling lama 3 hari setelah Raperda APBD mendapat persetujuan bersama DPRD dan Kepala
Daerah, disampaikan oleh Kepala
Daerah kepada Menteri (bagi Daerah Provinsi) dan
kepada Gubernur (bagi Kabupaten/Kota) untuk dievaluasi, dilampiri RKPD
serta KUA dan PPAS yang disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD.
2. Paling lama 15 hari sejak Raperda APBD diterima,
Menteri atau Gubernur melakukan evaluasi
Raperda serta Raperkada tentang
penjabaran APBD dengan memperhatikan :
a.
Ketentuan peraturan per-uu-an yang lebih tinggi,
b.
Kepentingan umum,
c.
RKPD, KUA dan PPAS, serta
d.
RPJMD.
e.
Apabila menurut hasil evaluasi, Raperda APBD dan
Raperkada APBD telah sesuai dengan per-uu-an, kepentingan umum, RKPD, KUA, PPAS
dan RPJMD, maka Kepala Daerah menetapkan Raperda menjadi Perda dan Raperkada
menjadi Perkada.
3. Jika
berdasarkan hasil evaluasi Raperda APBD
masih harus diperbaiki, maka Kepala Daerah dan DPRD melakukan perbaikan
paling lama 7 hari sejak hasil evaluasi diterima.
4. Hasil evaluasi Gubernur terhadap Raperda dan Raperkada APBD Kabupaten/kota, disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri paling
lama 3 hari sejak Keputusan Gubernur tentang hasil evaluasi itu ditetapkan
5. Apabila Raperda APBD dan Raperkada Penjabaran
APBD yang ditetapkan oleh Kepala
Daerah ditetapkan menjadi Perda dan
Perkada dengan tanpa mengindahkan hasil evaluasi, Menteri atau Gubernur membatalkan seluruh
atau sebagian isi Perda dan Peraturan Gubernur tersebut.
6. Jika pembatalan dilakukan terhadap seluruh isi
Perda dan Perkada APBD, maka diberlakukan pagu APBD tahun sebelumnya.
PERUBAHAN APBD
1. Perubahan APBD dapat dilakukan apabila :
a. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi
KUA,
b. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan
pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis
belanja.
c. Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan
anggaran tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran
berjalan,
d.
Kadaan darurat,
e. Keadaan luar biasa (yang menyebabkan estimasi
penerimaan atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih
besar dari 50 %)
2. Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 kali
dalam 1 tahun, kecuali dalam keadaan luar biasa.
3. Jika terdapat alasan untuk perubahan APBD,
Kepala Daerah mengajukan Raperda tentang Perubahan APBD disertai penjelasan dan
dokumen pendukung kepada DPRD untuk mendapat persetujuan bersama.
4. Jika dalam 3 bulan sebelum berakhirnya tahun
anggaran, persetujuan bersama tidak dapat diambil, Kepala Daerah melaksanakan
pengeluaran yang dianggarkan dalam APBD tahun berjalan.
5. Penetapan Raperda Perubahan APBD dilakukan
setelah Perda Pertanggungjawaban APBD tahun sebelumnya ditetapkan.
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD
1. Kepala Daerah menyampaikan Raperda tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD, dengan dilampiri Laporan
Keuangan yang telah diperiksa oleh BPK paling lambat 6 bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
2. Laporan keuangan, paling sedikit memuat :
a. Laporan realisasi anggaran,
b. Laporan perubahan saldo anggaran lebih,
c. Neraca,
d. Laporan operasional,
e. Laporan arus kas,
f. Laporan perubahan ekuitas, dan
g. Catatan atas laporan keuangan yang dilampiri
dengan ikhtisar laporan keuangan BUMD
h. Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
dibahas Kepala Daerah bersama DPRD,
untuk mendapat persetujuan bersama paling lambat 7 bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
3. Berdasarkan Raperda yang telah mendapat
persetujuan bersama Kepala Daerah dan DPRD, Kepala Daerah menyiapkan Raperkada
tentang Penjabatan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
4. Apabila dalam waktu 1 bulan sejak diterimanya Raperda tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dari Kepala Daerah, DPRD tidak mengambil
keputusan bersama dengan Kepada Daerah terhadap Raperda tersebut, maka Kepala
Daerah menyusun Raperkada tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, yang ditetapkan menjadi Perda setelah
memperoleh pengesahan menteri (bagi Provinsi) dan pengesahan gubernur (bagi
Kabupaten/Kota).
5. Sejak 7 hari DPRD tidak mengambil keputusan
bersama mengenai Raperda tersebut, Kepala Daerah
menyampaikan Raperkada tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada
Menteri atau Gubernur.
6. Jika dalam 15 hari Menteri atau Gubernur tidak
mengesahkan Raperkada dimaksud, maka Kepala Daerah menetapkan Raperkada menjadi
Perkada.
EVALUASI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD
1. Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBD yang telah mendapat persetujuan bersama Kepala Daerah dan DPRD, dan
Raperkada tentang Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, sebelum
ditetapkan, disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Menteri (bagi Daerah
Provinsi) dan Kepada Gubernur (bagi Kabupaten/Kota) untuk dievaluasi, paling lama 3 hari sejak
persetujuan bersama Kepala Daerah dan DPRD.
2. Evaluasi dilakukan berdasarkan kesesuaiannya
dengan Perda APBD/Perubahan APBD, Perkada tentang Penjabaran APBD/Perubahan
APBD, serta temuan BPK.
3. Hasil evaluasi disampaikan kepada Kepala Daerah
yang bersangkutan paling lama 15 hari sejak Raperda dan Raperkada diterima.
4. Jika berdasarkan hasil evaluasi, Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan Perda tentang
APBD/Perubahan APBD, dan temuan BPK sudah ditindak lanjuti, Kepala Daerah
menetapkan Raperda menjadi Perda.
5. Apabila berdasarkan hasil evaluasi Raperda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBD bertentangan dengan Perda APBD/Perubahan APBD, dan temuan BPK tidak
ditindak lanjuti, maka Kepala Daerah dan DPRD mlakukan penyempurnaan paling
lama 7 hari sejak hasil evaluasi diterima.
6. Apabila
hasil evaluasi tidak ditindak lanjuti oleh Kepala Daerah dan DPRD, dan Kepala Daerah menetapkan Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, maka
Menteri membatalkan seluruh atau sebagian isi Perda tersebut.
SUMBER KEUANGAN DAERAH
A. PAD :
1.
Provinsi
a. Pajak :
1)
PKB dan Kendaraan di atas air : 30 % diserahkan ke Kabupaten/Kota,
2)
BBN-KB dan Kendaraan di atas air : 30 %
diserahkan ke Kab/Kota,
3)
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor : 70 %
diserahkan Kab/Kota
4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air bawah
tanah dan permukaan : 70 % diserahkan ke Kabupaten/Kota.
b. Retribusi :
1)
Jasa Umum (pelayanan publik),
2)
Jasa Usaha (pelayanan komersil),
3)
Perizinan tertentu.
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
dipisahkan,
d. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang tidak
dipisahkan,
e. Jasa Giro, pendapatan atas bunga,
f. Selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,
komisi, potongan,
g. Komisi, potongan yang diperoleh dalam pengadaan
barang dan jasa.
2.
Kabupaten/Kota
a. Pajak (10
% diserahkan kepada Desa) :
1)
Pajak Hotel,
2)
Pajak Restoran/Rumah makan,
3)
Pajak Hiburan,
4)
Pajak Reklame,
5)
Pajak Penerangan jalan,
6)
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
b. Retribusi,
1)
Jasa Umum (pelayanan publik),
2)
Jasa Usaha (pelayanan komersil),
3)
Perizinan tertentu.
c. Hasil Pengelolaan Kekaayaam Daerah yang
dipisahkan,
d. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang tidak
dipisahkan,
e. Jasa Giro dan Pendapatan atas bunga,
f. Selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing, komisi dan potongan,
g. Komisi dan potongan yang diperoleh dalam
pengadaan barang dan jasa.
B.
DANA
BAGI HASIL
1.
Pajak :
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) :
1) Pusat : 10 %, dibagikan ke Seluruh Kab/Kota 65
%, dan 35 % kepada Kab/Kota yang berhasil target bidang tertentu.
2)
Provinsi : 16,2 %
3)
Kab/Kota : 64,8 %
4)
Biaya Pemungutan : 9 %
b. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
1)
Pusat : 20 %, dibagikan dengan porsi yang sama
ke seluruh Kab/Kota,
2)
Provinsi : 16 %,
3)
Kabupaten/Kota : 64 %
c. Pajak Penghasilan :
1)
Pusat : 80 %,
2)
Provinsi : 8 %,
3)
Kabupaten/Kota : 12 %.
2. SDA :
a. Kehutanan :
1)
Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) :
§
Pusat : 20 %,
§
Provinsi : 16 %,
§
Kab/Kota : 64 %
2)
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) :
§
Pusat : 20 %,
§
Provinsi : 16 %,
§
Kab/Kota Penghasil :32 %,
§
Kab/Kota lain dalam Provinsi : 32 %
3)
Dana Reboisasi :
§
Pusat : 60 %, untuk rehabilitasi hutan dan lahan
nasional,
§
Kabupatek/Kota : 40 %, untuk rehabilitasi hutan
dan lahan.
b. Pertambangan Umum :
1)
Iuran Tetap :
§
Pusat : 20 %,
§
Provinsi : 16 %,
§
Kab/Kota : 64 %
2)
Iuran Eksplorasi dan Ekploitasi (Royalti) :
§
Pusat : 20 %,
§
Provinsi : 16 %,
§
Kab/Kota Penghasil : 32 %,
§
Kab/Kota Lain dalam Provinsi : 32 %
c. Perikanan :
1)
Pusat : 20 %,
2)
Provinsi : -
3)
Kab/Kota : 80 %, untuk seluruh Kab/Kota.
d. Pertambangan Minyak Bumi:
1)
Pusat : 84,5 %
2)
Provinsi : 3,1 %
3)
Kab/Kota Penghasil : 6,2 %
4)
Kab/Kota lain dalam Provinsi : 6,2 %
e. Pertambangan Gas Bumi :
1)
Pusat : 69,5 %
2)
Provinsi : 6,1 %
3)
Kab/Kota Penghasil : 12,5 %
4)
Kab/Kota lain dalam Provinsi : 12,5 %
f. Pertambangan Panas Bumi
1)
Pusat : 20 %
2)
Provinsi : 16 %
3)
Kab/Kota Penghasil : 32 %
4)
Kab/kota lain dalam Provinsi : 32 %
C.
DANA
ALOKASI UMUM (DAU)
Ditentukan berdasarkan :
Ditentukan berdasarkan :
celah
fiscal (kebutuhan fiscal dikurangi dengan kapasitas fiscal daerah) dan alokasi
dasar (dihitung berdasarkan jumlah gaji PNS daerah)
Kebutuhan fiscal adalah kebutuhan pendanaan
daerah utk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (yang diukur dengan jml
penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, produk domestik regional
bruto per kapita, dan indeks pembangunan manusia)
Kapasitas fiscal daerah merupakan sumber
pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil.
Daerah yang memiliki celah fiscal =0, menerima
DAU sebesar alokasi dasar.
Daerah yang memiliki nilai celah fiscal negatif
tetapi lebih kecil dari alokasi dasar, menerima DAU sebesar alokasi dasar
setelah dikurangi nilai celah fiscal.
Daerah yang memiliki nilai celah fiscal negatif
yang besarnya sama atau lebih besar dari alokasi dasar, tidak
menerima DAU.
Hasil penghitungan DAU per provinsi,
kabupaten/kota ditetapkan dengan Kepres.
DAU disalurkan setiap bulan sebelum bulan yang bersangkutan,
sebesar 1/12 dari DAU
D. DANA
ALOKASI KHUSUS
1. DAK ditetapkan dalam APBN
2. Tidak semua Daerah memperoleh DAK
3. AK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah.
4. Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana
pendamping minimal 10 % dari alokasi DAK dalam APBD.
E. DANA
DARURAT
Pemerintah dapat menyediakan dana darurat yang berasal dari APBN :
untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh
bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tdk dapat ditanggulangi
oleh daerah dengan menggunakan APBD.
Untuk daerah yang dinyatakan mengalami krisis
solvabilitas (krisis keuangan berkepanjangan).
&&&